Eh, kita ngasih
judul tulisan begini bukan berarti kita udah suci lho. Bukan pula udah merasa
paling benar. Bukan juga mau ngeguruin sama kamu yang bisa jadi ada yang udah
ngerti soal beginian, khususnya kaum akhwat. But, kita nulis begini sekadar
ngingetin kamu semua. Maklumlah, namanya juga manusia. Suka terserang penyakit
lupa. Jadi, saling ngingetin kan bagian dari usaha supaya nggak lupa. Betul apa
bener? Nah, itulah pentingnya seorang teman or sahabat. Apalagi kita sebagai
sesama muslim, kudu saling ngingetin en nasihatin tuh dalam kebenaran. Setuju
kan? Kudu! ?
Sobat muda
muslim, kita sedih dan prihatin banget dengan cara gaul sebagian besar teman
remaja yang bebas nian. Sepertinya model pergaulan yang bebas itu udah jadi
menu keseharian dalam hidup kita. Melanggar aturan malah dianggap wajar.
Akibatnya, banyak orang yang udah nggak malu dan ragu untuk berbuat tidak
normal. Kalo dulu di jaman ortu kita masih muda, jalan berdua antar lawan jenis
aja para tetangga udah bercas-cis-cus ngomongin kita. Coba, gimana nggak merah
kuping kita. Meski banyak motif waktu ngomongin pelaku gaul bebas itu, tapi
terbukti cukup efektif bikin risih bin keder yang ngelakuin.
Lha, kalo
sekarang? Aduh, kita sih nggak abis pikir deh kalo sekarang kok kayaknya liar
banget. Udah gitu, para tetangga cuek abis, alias nggak mau peduli terhadap apa
yag dilakuin tetangga lainnya. Alasannya sih klise banget, “Itu kan bukan anak
or sodara gue, ngapain capek-capek mikirin? Dapet duit juga kagak!” Waduh,
egois banget ya? Begitulah…
Pergaulan
sekarang nih, udah benar-benar melanggar ajaran agama. Utamanya kita menyoroti
gaya gaulnya anak puteri. Wah, wah, udah banyak tuh yang gaulnya bikin bulu
betis berdiri (bisik-bisik: bosen ah pake bulu kuduk mulu). Ketar-ketir kita
dibuatnya, lho. Bener-bener udah menodai kehormatan dan kesucian dirinya.
Gimana nggak, jalan bareng ama cowok bukan mahramnya ayo aja. Diajak main teman
cowoknya oke aja. Dipegang, digandeng, dipeluk, ditimpukin, sampe dibanting no
problemo. Waduh! (backsound: smackdown kaleee..).
Gaya gaul kayak
begini bisa dibilang udah nggak sehat. Emang sih, awalnya model gaul begini
dicontohkan kalangan seleb. But, sekarang udah nyebar dan jadi identitas
masyarakat, khususnya kalangan remaja dan mahasiswa. Jangan-jangan tetangga
kita malah jadi pelaku aktifnya. Atau mungkin sodara dan teman kita sendiri
(atau malah kita sendiri?) Siapa tahu kan? Abisnya, sekarang udah jadi tren.
Kalangan seleb
yang perilakunya gampang disimak di televisi makin menganggap biasa berbuat
salah. Rasanya pedih dan perih hati ini, pas ngelihat para penyanyi dangdut
wanita yang senantiasa menjual bodinya ketimbang suaranya. Dipelopori oleh Inul
Daratista si Ratu Ngebor, maka di belakangnya seperti berlomba nyari sensasi. Terdaftar
nama-nama penari striptease, eh, penari dangdut (bukan penyanyi, itu mah);
Anisa “goyang patah-patah” Bahar, Uut Permatasari, Ira Swara, Putri Vinata,
Nita Talia, Dewi Persik wa akhwatuha... yang always kesetanan dalam bertingkah.
Bebas euy!
Nggak hanya di
televisi, media cetak juga seperti berlomba untuk menjual erotisme binti
pornografi. Sesuatu yang amat ditabukan, yang hanya boleh dilihat dan dilakukan
di ruang pribadi, sekarang udah menjadi konsumsi umum. Siapa pun boleh
menikmati dengan sesukanya. Nyang penting ada itung-itungan duit di sana. Atau
tujuan lain, ngetop. Padahal sama aja, karena kalo udah ngetop en populer kan
duit lagi akhirnya. Hmm… dasar kapitalis!
Bo abo.. kalo
udah kayak gitu, kita ngeri, risih, kesel, sekaligus kasihan sama mbak-mbak
kita itu. Semua orang yang pikirannya normal pastinya nggak suka dengan gaya
hidup begituan. Kalo pun kemudian ada yang diem-diem mendukung, itu juga lebih
karena mereka bingung, lalu tanpa sadar menganggap kelakuan kayak begitu
sebagai sebuah kewajaran. Gubrak! Lalu, apa artinya sebuah kesucian bagi
seorang perempuan? Atau memang udah nggak perlu lagi predikat itu? (kasihaaan
deh eluh!)
Ukuran
kesucian
Kalo orangtua dulu sering secara khusus membahas tentang kesucian diri bagi seorang perempuan, sekarang kayaknya mulai dilupakan alias rada longgar. Jaman dulu ortu sering wanti-wanti kepada anak perempuannya untuk pandai menjaga diri. Untuk tidak bergaul sesukanya dengan lawan jenis. Bahkan untuk sekadar olahraga berat aja para ortu suka murka, karena katanya akan mempengaruhi keperawanan sebagai sebuah lambang kesucian.
Kalo orangtua dulu sering secara khusus membahas tentang kesucian diri bagi seorang perempuan, sekarang kayaknya mulai dilupakan alias rada longgar. Jaman dulu ortu sering wanti-wanti kepada anak perempuannya untuk pandai menjaga diri. Untuk tidak bergaul sesukanya dengan lawan jenis. Bahkan untuk sekadar olahraga berat aja para ortu suka murka, karena katanya akan mempengaruhi keperawanan sebagai sebuah lambang kesucian.
Nah, dengan
menganggap arti sebuah kesucian bagi perempuan diukur berdasarkan ketentuan
fisik seperti ini, maka para ortu sangat khawatir kalo anak perempuannya mulai
gatel ngelihat cowok. Jangan-jangan, entar mereka gaul bebas. Kalo udah gitu
kan repot.
Sobat muda
muslim, emang sih, kalo kita ngomongin tentang kesucian sebenarnya bukan hanya
ditujukan untuk kaum Hawa, kaum Adam juga perlu disorot. Cuma, karena anak laki
rada sulit dibedain mana yang masih suci mana yang udah nggak suci lagi,
jadinya yang sering dapet porsi lebih banyak dalam pembahasannya adalah anak
perempuan. Karena anak perempuan amat mudah dilihat perubahannya. Tapi dengan
catatan, jika ngelihatnya adalah ukuran fisik.
Tapi kalo standar
kesucian diukur dari tingkah laku, anak laki dan anak perempuan bisa dengan
mudah dilihat. Artinya, baik anak laki atawa anak perempuan, kalo mereka udah
kecebur dalam pergaulan bebas, kalo gaya gaul mereka nyerempet-nyerempet dosa,
kalo mereka mengamalkan free thinker, ya sama-sama nggak suci secara
kepribadiannya. Setuju kan?
Sobat muda muslim, Islam udah mengatur segala bentuk perbuatan manusia. Buat anak ngaji mungkin sering denger istilah hukum syara. Nah, hukum syara, menurut istilah para pakar ushul fiqih adalah seruan (khithab) Syar’i (Allah Swt.) yang berkaitan dengan aktivitas hamba (manusia), berupa tuntutan (al-Iqtidla), penetapan (al-Wadl’i) dan pemberian pilihan (at-Takhyir).
Sobat muda muslim, Islam udah mengatur segala bentuk perbuatan manusia. Buat anak ngaji mungkin sering denger istilah hukum syara. Nah, hukum syara, menurut istilah para pakar ushul fiqih adalah seruan (khithab) Syar’i (Allah Swt.) yang berkaitan dengan aktivitas hamba (manusia), berupa tuntutan (al-Iqtidla), penetapan (al-Wadl’i) dan pemberian pilihan (at-Takhyir).
Jadi, segala
aturan yang tercantum dalam sumber hukum syara (al-Quran, as-Sunnah, Ijma
sahabat, dan qiyas) adalah sandaran ketika kita berbuat. Pendek kata, perbuatan
kita kudu sesuai aturan yang berlaku dalam ajaran agama kita. Semua itu nggak
lain, adalah untuk menjaga kita dari aktivitas yang bisa menurunkan derajat
kita sebagai manusia. Itu juga bisa berarti untuk melindungi kita supaya tetap
menjaga kesucian diri. Bener lho.
Misalnya aja
Allah menyindir manusia yang nggak mau tunduk pada aturan-Nya. Seperti dalam
firman-Nya: “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan
dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat
Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.
Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS al-A’raaf [7]: 179)
Lha, kalo yang
sekarang kita lihat, manusia seperti berlomba menuju neraka! Aduh, sebetulnya
nggak tega menulis begini. Tapi, ternyata banyak kaum muslimin yang udah berani
secara terang-terangan berbuat maksiat. Jadinya, ‘kepaksa’ deh kita nyebutin
begitu. ?
Coba kalo kamu
pikir, gimana bisa menjaga kesucian diri kalo bergaul aja menganut gaya bebas
(kirain cuma dalam renang aja tuh). Betul apa betul? Terus, gimana bisa disebut
terhormat, kalo dalam berbuat justru melanggar kehormatan? Berpakaian aja nggak
bener. Aurat yang wajib ditutup malah diobral kepada siapa aja yang bisa
melihatnya. Nggak malu dan nggak ragu lagi (mungkin karena tergoda lirik lagu tema
acara Joged-nya RCTI, yang ngomporin agar jangan malu dan ragu, katanya sah-sah
saja). Salah kok bangga ya?
Mengembalikan
kesucian
Sobat muda muslim, khususnya yang puteri. Kesucian diri memang berarti luas ya. Baik lahir maupun batin. Sayangnya, di jaman yang udah jauh dari nilai-nilai Islam ini, jangankan kesucian batin (baca: kepribadian), menjaga kesucian diri yang sifatnya lahir aja udah susah. Sebab, yang kita saksikan justru mereka berlomba untuk mengobral seluruh potensi dan pesona tubuh yang dimiliknya. Nggak usah dijelasin secara detil, toh kamu juga udah sering lihat dalam kehidupan nyata; baik di lingkungan sekitar kita, maupun yang kita lihat di televisi dan yang kita baca di media cetak. Ckckckck.. kasihan banget tuh.
Sobat muda muslim, khususnya yang puteri. Kesucian diri memang berarti luas ya. Baik lahir maupun batin. Sayangnya, di jaman yang udah jauh dari nilai-nilai Islam ini, jangankan kesucian batin (baca: kepribadian), menjaga kesucian diri yang sifatnya lahir aja udah susah. Sebab, yang kita saksikan justru mereka berlomba untuk mengobral seluruh potensi dan pesona tubuh yang dimiliknya. Nggak usah dijelasin secara detil, toh kamu juga udah sering lihat dalam kehidupan nyata; baik di lingkungan sekitar kita, maupun yang kita lihat di televisi dan yang kita baca di media cetak. Ckckckck.. kasihan banget tuh.
Nah, ini memang
bagian dari kerusakan moral yang udah mengglobal. Masyarakat kita sedang sakit.
Kerusakan ini sebetulnya bisa dicegah dengan menjalin kerjasama di semua
komponen. Mulai dari individu di keluarga dengan menanamkan ketakwaan bagi
anggota keluarga, terus masyarakat yang ketat dalam mengontrol aktivitas
warganya, dan juga penerapan aturan dan sanksi oleh negara.
Tiga kekuatan ini
yang mestinya bisa digabungkan untuk mencegah kerusakan lebih jauh dalam rangka
melindungi kehormatan manusia. Tapi sayangnya, tiga pilar itu mulai keropos
semua. Takwa individu payah, pengawasan masyarakat lemah, dan negara nggak bisa
diharapkan lagi. Sedih deh.
Kalo udah begini
gaswat. Al-Quran udah menjelaskan sebab-sebab kutukan Allah kepada masyarakat
Yahudi, karena nggak ada dalam aturan mereka sistem kontrol masyarakat. Kalo
pun ada, tapi lemah banget. Firman-Nya: “Mereka satu sama lain selalu tidak
melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa
yang selalu mereka perbuat itu.” (QS al-Maaidah [5]: 79)
Mari kita
renungkan firman Allah Swt.: “...Jika kamu (hai kaum muslimin) tidak
melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi
kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (TQS al-Anfaal [8]: 73)
Kamu perlu tahu
bahwa budaya atau peradaban adalah ditentukan mafahim (persepsi/pandangan)
tentang kehidupan. Nah, yang muncul sekarang adalah berasal dari pandangan
hidup kapitalisme-sekularisme yang emang menjadikan kebebasan sebagai patokan
berbuat. Permisif dan hedonis sekaleee. Inilah akar masalahnya. Sebab, akibat
paham ini maka lahirlah beragam kekacauan, kesengsaraan, hilangnya rasa aman di
tengah-tengah masyarakat, juga melahirkan mental yang bobrok.
Sekularisme emang bikin sengsara umat manusia. Jadi, mari mengembalikan kesucian dan kehormatan umat manusia dengan menggusur ideologi kapitalisme-sekularisme dari kehidupan kita. Selanjutnya, terapkan Islam sebagai ideologi negara. Kagak pake dilama-lamain lagi. Mari berjuang sekarang juga, sobat! ?
Sekularisme emang bikin sengsara umat manusia. Jadi, mari mengembalikan kesucian dan kehormatan umat manusia dengan menggusur ideologi kapitalisme-sekularisme dari kehidupan kita. Selanjutnya, terapkan Islam sebagai ideologi negara. Kagak pake dilama-lamain lagi. Mari berjuang sekarang juga, sobat! ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar